Bismillah
Ilustrasi :
Disebuah kelas, di salah satu kampus gak terkenal di Bogor. Ada seorang mahasiswa cowok yang genit dan sok keren yang sukanya godain cewek. Namanya Oji. Seperti biasa setiap hari hobinya si oji itu godain temen-temen cewek di kelasnya, sampe temen-temen ceweknya itu suka menjerit jerit karena si oji suka toal toel keganjenan. Saat ini yang jadi korbannya adalah si Nani. Gak rela dideketin sm si oji, Nani pun ngejerit sambil maki-maki : “Najiis..Sumpeh deh lo..kita bukan muhrim..gak boleeehh tau..”
Si oji ini pun terkekeh kekeh njawab sambil tambah deket sama si nani : ” Eh eh eh ..emang koq bukan muhrim, kan kita gak lagi haji..Sini dong nani sayang…”
Si Nani pun ngibrit keluar kelas sambil ngejerit jerit : ” Ahh..mamih..ada orang gila…”
=============
Hahaha…pernah gak sih kita menyaksikan adegan seperti itu? Atau anda yang cewek pernah menjadi nani..atau bahkan anda yang cowok suka jadi si Oji yang genit dan ganjen? 😀
Nah kalau kita perhatikan dengan baik, apa yang salah dari kata kata yang ada di ilustrasi diatas? Ahaa..coba perhatikan kata yang saya cetak tebal. Muhrim? Yap..Kata ini sudah familiar di telinga kita tapi sesungguhnya sering dalam penggunaannya tidak tepat dan pas dengan momentum pengucapannya.
Perlu diluruskan bahwa muhrim dalam bahasa Arab adalah muhrimun, mimnya di-dhammah yang maknanya adalah orang yang berihram dalam pelaksanaan ibadah haji sebelum tahallul. Nah jadi jawaban si Oji diatas adalah bener..pantas aja si Oji tambah berani. Karena si Oji tau bahwa muhrim yang dimaksud si nani gak pas maknanya. Haha mungkin si Oji udah pernah belajar bahasa di Pondok, tapi berhubung di Pondok dia gak suka ngeliat cewek, jadilah pas keluar dari pondok dia jadi lapar en kegenitan. Alah..sudahlah lupakan teman saya si Oji ini.
Lalu..apa yang seharusnya kita katakan ketika ada scene seperti ini? jawabannya adalah ” Maaf..kita bukan mahram..” mahram bahasa Arabnya adalah mahramun, mimnya di-fathah.
Mahram ini berasal dari kalangan wanita, yaitu orang-orang yang haram dinikahi oleh seorang lelaki selamanya (tanpa batas). (Di sisi lain lelaki ini) boleh melakukan safar (perjalanan) bersamanya, boleh berboncengan dengannya, boleh melihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan dengannya dan seterusnya dari hukum-hukum mahram.
Mahram sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, yakni mahram karena nasab (keturunan), mahram karena penyusuan, dan mahram mushaharah (kekeluargaan kerena pernikahan).
Kelompok pertama, yakni mahram karena keturunan, ada tujuh golongan:
1. Ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki maupun wanita
2. Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
3. Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu
4. Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu
5. Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu
6. Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
7. Putri saudara laki-laki sekandung, seayah atau seibu (keponakan), cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
Mereka inilah yang dimaksudkan Allah subhanahu wa ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan…” (An-Nisa: 23)
Kelompok kedua, juga berjumlah tujuh golongan, sama dengan mahram yang telah disebutkan pada nasab, hanya saja di sini sebabnya adalah penyusuan. Dua di antaranya telah disebutkan Allah subhanahu wa ta’ala:
وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ
“Dan (diharamkan atas kalian) ibu-ibu kalian yang telah menyusukan kalian dan saudara-saudara perempuan kalian dari penyusuan.” (An-Nisa 23)
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang wanita yang menyusui seorang anak menjadi mahram bagi anak susuannya, padahal air susu itu bukan miliknya melainkan milik suami yang telah menggaulinya sehingga memproduksi air susu. Ini menunjukkan secara tanbih bahwa suaminya menjadi mahram bagi anak susuan tersebut . Kemudian penyebutan saudara susuan secara mutlak, berarti termasuk anak kandung dari ibu susu, anak kandung dari ayah susu, serta dua anak yang disusui oleh wanita yang sama. Maka ayat ini dan hadits yang marfu’:
يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ
“Apa yang haram karena nasab maka itupun haram karena punyusuan.” (Muttafaqun ‘alaihi dari Ibnu ‘Abbas),
keduanya menunjukkan tersebarnya hubungan mahram dari pihak ibu dan ayah susu sebagaimana tersebarnya pada kerabat (nasab). Maka ibu dari ibu dan bapak (orang tua) susu misalnya, adalah mahram sebagai nenek karena susuan dan seterusnya ke atas sebagaimana pada nasab. Anak dari orang tua susu adalah mahram sebagai saudara karena susuan, kemudian cucu dari orang tua susu adalah mahram sebagai anak saudara (keponakan) karena susuan, dan seterusnya ke bawah.
Saudara dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi karena susuan, saudara ayah/ ibu dari orang tua susu adalah mahram sebagai bibi orang tua susu dan seterusnya ke atas.
Adapun dari pihak anak yang menyusu, maka hubungan mahram itu terbatas pada jalur anak keturunannya saja. Maka seluruh anak keturunan dia, berupa anak, cucu dan seterusnya ke bawah adalah mahram bagi ayah dan ibu susunya.
Hanya saja, berdasar pendapat yang paling kuat (rajih), yaitu pendapat jumhur dan dipilih oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikhuna (Muqbil) rahimahumullahu, bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah yang berlangsung pada masa kecil sebelum melewati usia 2 tahun, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ
“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama 2 tahun penuh bagi siapa yang hendak menyempurnakan penyusuannya.” (Al-Baqarah: 233)
Dan Hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha muttafaqun ‘alaihi bahwa penyusuan yang mengharamkan adalah penyusuan yang berlangsung karena rasa lapar dan hadits Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa (no. hadits 2150) bahwa tidak mengharamkan suatu penyusuan kecuali yang membelah (mengisi) usus dan berlangsung sebelum penyapihan.
Dan yang diperhitungkan adalah minimal 5 kali penyusuan. Setiap penyusuan bentuknya adalah: bayi menyusu sampai kenyang (puas) lalu berhenti dan tidak mau lagi untuk disusukan meskipun diselingi dengan tarikan nafas bayi atau dia mencopot puting susu sesaat lalu dihisap kembali.
Adapun kelompok ketiga, jumlahnya 4 golongan, sebagai berikut:
1. Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas berdasarkan surat An-Nisa ayat 23.
2. Istri anak, istri cucu dan seterusnya ke bawah berdasarkan An-Nisa: 23.
3. Ibu mertua, ibunya dan seterusnya ke atas berdasarkan An-Nisa: 23.
4. Anak perempuan istri dari suami lain (rabibah) , cucu perempuan istri baik dari keturunan rabibah maupun dari keturunan rabib, dan seterusnya ke bawah berdasarkan An-Nisa: 23.
Nomor 1, 2 dan 3 hanya menjadi mahram dengan akad yang sah meskipun belum melakukan jima’ (hubungan suami istri). Adapun yang keempat maka dipersyaratkan bersama dengan akad yang sah dan harus terjadi jima’, dan tidak dipersyaratkan rabibah itu harus dalam asuhannya menurut pendapat yang paling rajih yaitu pendapat jumhur dan dipilih oleh Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu.
Dan mereka tetap sebagai mahram meskipun terjadi perceraian atau ditinggal mati, maka istri bapak misalnya tetap sebagai mahram meskipun dicerai atau ditinggal mati. Dan Rabibah tetap merupakan mahram meskipun ibunya telah meninggal atau diceraikan, dan seterusnya.
Selain yang disebutkan di atas, maka bukan mahram. Jadi boleh seseorang misalnya menikahi rabibah bapaknya atau menikahi saudara perempuan dari istri bapaknya dan seterusnya.
Begitu pula saudara perempuan istri (ipar) atau bibi istri, baik karena nasab maupun karena penyusuan maka bukan mahram, tidak boleh safar berdua dengannya, berboncengan sepeda motor dengannya, tidak boleh melihat wajahnya, berjabat tangan, dan seterusnya dari hukum-hukum mahram tidak berlaku padanya. Akan tetapi tidak boleh menikahinya selama saudaranya atau keponakannya itu masih sebagai istri hingga dicerai atau meninggal. Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَأَنْ تَجْمَعُوْا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ
“Dan (haram atasmu) mengumpulkan dua wanita bersaudara sebagai istri (secara bersama-sama).” (An-Nisa: 23)
Dan hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu muttafaqun ‘alihi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengumpulkan seorang wanita dengan bibinya sebagai istri secara bersama-sama. Wallahu a’lam bish-shawab.
(Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir As-Sa’di, Syarhul Mumti’, 5/168-210)
Nah nah nah mari kita gunakan bahasa arab yang baik dan benar..supaya maknanya pas gitu loh 😀
Terima kasih semoga bermanfaat
Kalau artikel ini bagus mohon bantu rate ya gan..
Sumber penjelasan dari sini
pertamaxxx dulu.. yay..
monggo faraa.. ^^
mba fara …. ckckkckc *herann*
jangan heran…
yey yey yey yey yey pertamax. baca dulu deh
buset dah..ada pertamax hunter 😀
iyyaaaa benernya mahram bukan muhrim.. waktu itu pernah d kasi taw guru ngaji. eh di ingetin lg d sini.. sesama cewe kan mahram, brati qta mahram dong, tanteee
jah ujung2nya koq gitu…saya kan cowok huaaa mamih 😛
Kalau ustadz lagi nerangin diperhatikan ya … kan sudah jelas kalau yang disebut mahram itu karena nasab, mushoharoh dan saudara sepersusuan. Kalau cewek sama cewek bukan mahram namanya tapi sejenis :p
pencerahan bangeeeett 😀
makasih bintang 🙂
wah..kang ian..kita bukan mahram…
*belajar praktek menyebutkannya maksudnya..:p
hore..pencerahan..pencerahan..^^
hahaha iya yah..xixi
makasih atas kunjungannya yah ^^
salah kaprah berbahasa…
kaya kalo lebaran ada ucapan “minal ‘aidin wal faizin..” yang biasanya dibarengin sama ucapan “mohon maaf lahir dan bathin..” Banyak yg nyangka kalo itu adalah arti dari ucapan sebelumnya.. *halah beribet nulisnya*
moga aja kang ian ngerti. wkwkwkwkwkwk
betul gan..
nah itu juga salah satunya..padahal ada do’a lagi yang lebih shahih daripada mengucapkan itu yaitu taqabalallahu minna wa minkum 🙂
insya alloh mengerti..
makasih ^^
oooo gitu ya, tak sama dan juga salah penempatan 😀
begitu mbak yuli ^^
makasiiih 🙂
Maaf, ini pertanyaannya mungkin agak keluar jalur..
Ketika Ibu Mertua meninggal, Bapak sempat hendak mencium jenazahnya setelah dimandikan, tapi ada sodara yang protes karena katanya bukan muhrim..
Itu sebenernya gimana hukumnya Kang ?
Makasih sebelumnya yah…
wallahua’alam..
kalau masih hidup jelas2 gak boleh..
kalau udah meninggal saya kurang faham nanti saya tanyakan
tapi lebih baik tidak melakukannya
yang ada adalah mendo’akannya bukan mencium kening dsb
wallahua’alam…
makasiih..
Oh gitu ya….
Iya sih…memang kalo udah meninggal yang dibutuhkan alm adalah doa agar dosanya diampuni dan dilapangkan kuburnya..
Makasih ya Kang 🙂
sama sama mbak ^^
maaf jika jawabannya kurang berkenan 🙂
owh… jadi harusnya mahram yak ian…. hehehehe… salah dong yak selama ini…. wkwkwkwkwk
hehe dree suka bilang muhrim ya ^^
diganti yah mulai sekarang 🙂
makasiiih
waktu di SMA saya belajar tentang hal iini pada Pelajaran Agama Islam
terima kasih telah mengingatkan kembali
manusia tempatnya lupa jadi harus belajar berulang ulang
makasih Kang Ian.. sangat bermanfaat
wah jadi review lagi y mbak lyn ^^
sama sama semoga bermanfaat 🙂
makasih atas kunjungannya ^^
terimakasih Ian telah mengingatkan kembali , ttg mahram dan muhrim ini.
ternyata banyak yg salah kaprah dlm penggunaannya ya
salam
sama sama bunda.. 🙂
makasih atas kunjungannya ^^
Ya yang sering2 posting about “Lughotul Arabiyah” kang, biar saya sebagai orang awam ni sedikit lebih mengerti. Ana La ‘arif ma-dza tatakallam…:)
waduh udah pinter ternyata mbak ul xixixix
makasiihh..insya alloh y mbak 🙂
mmmmm…ooo jadi begitu ya… *manggut2 #apaseh
apa mbak jah..?? g fast reading kan..hahaha
makasiiih
sekali lagi ora yo
xixixi 😀
hush ojo banter2
tempatnya belajar di blog ini. salam sehat.
makasih pak ^^
salam
Kang Ian, mau tanya. 🙂
Kalo sepupu boleh dinikahi? 😳
:-0 *jangan2,,,,, kak asop abis makan cabe y??? kok mukanya merah hehhehe
Boleh menikah dengan putri paman (sepupu) dikarenakan dia bukanlah termasuk mahram bagi putra pamannya. Wallahu a’lam.
Pingback: de Go Blog
eleh eleh 😀
Oh…saya baru tahu nih. Berarti selama ini saya sering salah kaprah tentang arti dari muhrim tsb krn saya juga cuma mengatakan apa yang sering orang2 katakan tanpa tahu arti yang sebenarnya. Trims atas penjelasannya
sama sama mas ifan ^^
jadi sekarang udah tau kan? 🙂
makasiih
canggih euy bahasa arabna
hehehe biasa wae ^^
haturnuhun kang 🙂
nambah lagi deh ilmu sy ^^ siip lah kang… sekarang blognya udah bebas dari virus2 gaje ^^ hehehhe
masa? 😀
saya udah taubat cem..alhamdulillah
semoga bermanfaat yah ^^
makasih atas kunjungannya selalu
bner ni dah taubat semua…
baguslah, moga ga kumat lgi gajenya… wakakaka
ini nih sisa sisa gaje nya ada di lampung 😀
haha… msih ada dikit virus gajeny, kmaren cuma d scan pake smadav ga mempan… ckakaka
haha semadav itu buat virus lokal aja..kayanya virus gaje dateng dari luar ngeri deh haha
haha.. mngkin jg ya virus gaje dteng dri luar ngeri, soale dah mulai ngenet lgi ni… 😀 smakin bnyak tertular virus gaje klu dah mulai aktif ngenet lgi… 😀
tapi bukan dari saya mas… 🙂
Kang ian udah siap menjadi pemimpin keluarga neh…
ilmunya udah banyak
hahaha perlu sebuah pengamalan y bang 🙂
makasih bang ^^
swip swip swip
waktu itu QK gtau loh kalo ternyata meskipun seorang istri telah bercerai dengan suaminya tapi keluarganya itu masih tetap sebagai mahramnya selamanya…
bapak mertua ibu mertua…
HIDUP!!! ^_^
masa..?? ^^ semoga bermanfaat y qk
makasih atas kunjungannya selalu 🙂
HHmmmm …
Jadi selama ini kita salah ya …
Saya juga seringnya mendengar … “Maaf bukan Muhrimnya …”
yang betul adalah … “Maaf bukan mahramnya ”
Terima kasih Infonya Kang Ian
sama sama pak Nh
semoga bermanfaat ^^
makasih atas kunjungannya yah 🙂
salam
Bahasa yang kurang tepat memang harus diluruskan kang.
betul kang ^^ hehe
sakedik sakedik w nya kang 🙂
haturnuhun ah parantos amengan kadie ^^
Assalamu’alaikum,
Kakara ngurunyung deui yeuh ka Kang Ian.
Soal perubahan makna dari suatu istilah asing sangat sering terjadi. Tapi seharusnya kita mengetahui betul istilah yang tepat, terutama dalam istilah agama. Kang Ian masih kuliah kan ? Coba dalam bahasa Arab kuliah itu artinya apa ? He he…
Nuhun ah.
Wassalamu’alaikum.
wa’alaikumussalam warrohmatullah
haha aduh aya pak aziz alhamdulillah tiasa amengan ka dieu nya..
haha pak aziz anu langkung uninga ti simkuring.. di kuliah mah teu diajarkeun basa arab 😀
Maksudnya begini, kata “kuliah” itu kan dari bahasa Arab, tapi dalam bahasa Indonesia artinya berubah. Padanan kata kuliah kan sama dengan lecture, padahal dalam bahasa Arab mah bukan itu artinya.
Tos heula ah.
wassalam
oh kitu nya 😀
abdi mah da sanes lulusan pondok janten kirang terang oge..hehe abdi mah share anu abdi terang w xixi
haturnuhun pak aziz
salam
ooww… jdi yg bner mahram ya kang…
jdi tau ni… 🙂
makasih dah share…
hehe iya mas ^^
sama sama semoga bermanfa’at
makasih atas kunjunganya 🙂
Whaaa
itulah saya dulu pernah menyesal mengapa saudara-saudaraku cakep-cakep…
xixixiii
lha apa hubungannya yah.. 😀
Makasih infonya muhrim dan mahram
sama sama kang dadang 😀
Idih, kesian bener tuh cowok, dia dibilang ‘gila’….tapi….pantes juga sih….
Nah, para cowok, hati2 jgn sampe dibilangin gila lho….ntar jd gila beneran….Makanya jgn genit n yg cewek jgn mancing….
hahaha 😀
nah buat cewek jangan mancing yah hahaha 😛
yang jelas kalo nyolek-2 kayak oji, HARAM,..
🙂
——————————————–
curcol dikit ah, ada tetangga deket rumah cakep deh..
tapi sayang sejak aku SMP ibuku bilang “jangan suka ama ‘si itu’ ya, dia saudara susu kamu”..
jiah, nasib,..
😛
emang sabun colek? 😀
hahahaha kasiaaann deh g bisa ngecengin dong wkwkww
penjelasan yang bermanfaat ian nice masyaAllah
alhamdulillah..makasih y mbak nov ^^
pembelajaran yang bagus untuk para blogger yang masih belum paham tentang hal ini, de
alhamdulillah..semoga bermanfaat bagi kita semua ^^ amiin
tambah satu lagi pengetahuan saia tentang agama 🙂
alhamdulillah…semoga bermanfaat buat mbak melly ^^
makasih atas kunjungannya 🙂
wah, subhanalloh..terima kasih sudah ngepost artikel ini,,sy juga selama in sering menyebut kata “bukan muhrim” lho..
ternyata sy masih mesti banyak belajar..
btw,,maaf sudah lama ga berkunjung, kemarin sibuk dgn aktivitas di dunia nyata 🙂
sama sama mbak zahra ^^ 🙂
sama sama belajar juga 🙂
hehehe g papa dunia nyata lebih penting
makasih atas kunjungannya ..
assalamu’alaikum.. lama saya ga mampir nih,, postingannya apik.. memang stidaknya kita harus paham apa yang kita utarakan agar istilahnya punya arti jelas,, ngga ASbun,, Asal Bunyi.. ^^
wa’alaikumussalam..
hehe kemana aja mas daoz?? ^^
betul mas ^^ biar pas juga momentumnya 🙂
makasih atas kunjungannya .. ^^
nice post, kang,, 😀
halah, yg ini nyangkut lagi,, 😀
lho..punya akun di WP.com juga yah hahaha
buat nyimpen data, nanti tinggal buat linknya,,
kalau nyimpen di tempat hosting gratisan takut hilang,, 😆
owh bagus lah..buat jaga jaga aja deh 😀
weleh, ada muhrim, ada mahrom. ternyata beda euy. makasih atas infonya.
salam kenal 😉
emang beda mas kang.. ^^
salam kenal juga..
web poto nya bagus 🙂
hihi, sy dulu juga sering keliru..
sekarang ndak kan?? ^^
salam..
Semangat membacanya neh…blognya asyik…
makasih atas kunjungannya ya mas 🙂
umumnya orang tahunya muhrim ya…
pembelajaran niy buat populerkan penyebutan yang tepat 🙂
huum..iya mbak ^^
makasiiih 🙂
yaah… baru tw saya klw muhrim dengan mahram beda maknanya… hehehe saya selalu bilang “bukan muhrim-nya jadi jangan pegang2″
hehehe
jadi malu :”>
hihi..alhamdulilah sekarang dah tau kan? 🙂
sekarang ganti ya bilangnya ^^
makasiih..
oh jadi selama ni salah kaprah ya..hehe..thanks ya dah diberi pencerahan..
alhamdulillah..makasih y atas kunjungannya ^^
memang banyak istilah2 yg salah namun dianggap umum.
bahasa arabnya keren, bukan pake gambar. gimana caranya tuh kang?
^^ begitula..
hehe kan cuma copy paste untuk penjelasannya ^^ 🙂
jadi emang keren copy nya hihi
salam kenal
makasih atas kunjungannya 🙂
artikel yg bermutu,tapi saya telat bacanya 😀
ngeratenya gimana caranya ya gan?? 😛
hehehe g papa
tinggal di klik bintangnya aja mas ^^
makasiiih 🙂
mahrom bukan muhrim… kata yang terakhir ini yang sudah salah kaprah di gunakan dalam bahasa kita
betul..yang benar adalah mahram ^^
Assalamualaikum,
mau nnya,
kang, aku kan cewe, kalo sma bapa tiri itu mahram ga? blh aku bka krdung di rmh nya?
makasih, =D
Wa’alaikumussalam
Mahram dari jalur pernikahan ada 4 golongan:
Anak laki-laki suami (anak bawaan) dan anak laki-laki dari anak laki-lakinya dan anak laki-laki dari anak perempuannya meski pun jauh ke bawah.
Bapak suami dan kakeknya apakah dari jalur bapak si suami atau dari jalur ibunya meskipun jauh ke atas.
Suami anak perempuan si wanita dan suami anak perempuan dari anak lak-laki si wanita dan suami anak perempuan dari anak perempuan si wanita meski pun jauh ke bawah.Tiga golongan ini menjadi mahram bagi wanita dengan sekedar dilangsungkannya akad dengan si wanita meskipun langsung dicerai sebelum khalwat dan berhubungan.
Suami dari ibu si wanita (bapak tiri) dan suami dari nenek si wanita (kakek tiri) meski pun jauh ke atas. Sama saja apakah nenek si wanita tersebut dari jalur bapak atau dari jalur ibu. Akan tetapi mereka tidak menjadi mahram bagi si wanita kecuali dengan berhubungan (campur) dalam pernikahan yang sah. Maka apabila seorang wanita menikah kemudian dicerai sebelum berhubungan (campur) laki-laki tersebut tidak menjadi mahram bagi anak perempuan si wanita meski pun anak perempuan tersebut jauh ke bawah.
Wallahua’lam
trus kenapa banyak yang bilang kalau istri atau suami itu muhrim……………… sampai sampai setelah wudlu mereka berpegangan dan di bilang katanya gak batal wudlu nya. lucu kan……………………………..
secara fiqh istri atau suami memang bukan mahram, karena istri dan suami adalah pasangan yang sudah halal..tapi memang ada hadits Rasulullah yang menyebutkan bahwa Nabi bersentuhan bahkan mencium istrinya sehabis wudhu ketika akan sholat dan Nabi tidak bilang bahwa itu membatalkan wudhu, jadi batal atau tidak maka kita merujuk kepada keterangan yang ada dan shahih dari Rasulullah..wallahu’alam..
istri atau suami itu tetap membatalkan wudlu di antara keduanya karna mereka itu bukan muhrim. kalau di bilang muhrim kenapa di nikahi, ya kan. banyak sekali orang salah paham kalau istri dan suami itu di bilang muhrim. pas di tanya muhrim itu apa, mereka tidk bisa jawab.
hendaknya disebutkan dalilnya mas kalau memang istri atau suami itu tetap membatalkan wudlu di antara keduanya..yang benar kan mahram bukan muhrim ^^ makasih..
kang ian,
atau mungkin kalau sudah menjadi suami-istri, maka si istri menjadi mahrom suami-nya. sebab dalam hal bepergian, wanita harus ditemani mahrom-nya, itu termasuk suaminya.
dan seperti yang disebutkan kang ian, Rosululloh mencontohkan bahwa memegang tangan dan mencium kening tanpa syahwat tidak membatalkan wudhu, itu juga tanda2 bahwa istri adalah mahrom buat suaminya.
namun dalam konteks hak dan kewajiban suami istri, itu menjadi lain lagi karena di dalamnya berlaku hukum nikah untuk keduanya.
wallohu ‘alam
betul sekali.. syukron atas tambahannya 🙂
Maaf jd gmn ya..? jawabannya..?
kalau istri tersentuh suami sebelum sholat baik di sengaja/tidak tanpa pengahalang itu batal / tidak ?
mohon bantuannya..
tidak apa-apa tidak membatalkan wudhu insya allah..
Saya mau tanya gan
Kalo saya menikahi cucu dari adik nenek saya boleh gak??
Itu termasuk mahram apa bukan?
Terima kasih
mau tanya apakah kakek sama cucunya bisa membatalkan wudhunya,,,,????
Muhrim dalam bahasa Arab berarti orang yang sedang mengerjakan ihram (haji atau umrah). Tetapi bahasa Indonesia menggunakan kata muhrim dengan arti semakna dengan mahram (haram dinikahi). (KBBI, hal. 669 dan juga lihat hal.614).
jangan sampe salah kaprah nih
Saya punya ank laki2
Dan ank saya di susui oleh neneknya (ibu mertua sayA )
Apa boleh hal tersebur terjadi
Kang ian, salam kenal sebelumnya yaa..
Mau tanya bolehkaan yaah.. bolehlaahh *maksa*
Pernah saya denger obrolan begini:
A: jgn colek2 dulu. Belom nikah kan? Belom mahramnya. Belom halal tauk!!
B: yee, udah nikah juga tetep bukan mahram kaliii..
Pertanyaannya, jadi sebutan buat suami atau istri itu apa dah kalo bukan mahram-nya?
*brb* *semoga kang ian ngerti* 😁