Bismillah
Makan sahur pada saat akan shaum adalah sebuah aktivitas harian yang biasa kita lakukan ketika bulan Ramadhan, tapi apakah kita sudah tahu mengapa ada syari’at makan sahur pada saat kita akan mengawali shaum? Karena pada dasarnya setiap ibadah yang kita lakukan itu ada awal mula syari’atnya dan bukan terjadi begitu saja tanpa ada dasar yang melandasinya. Mari kita simak artikel dibawah ini yang menjelaskan awal mula disyari’atkannya makan sahur.
Bahwa Al-Imam Al-Bukhari memberikan bab tersendiri dalam kitab Shahihnya :
“Bab Firman Allah ta’ala :
( أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ) البقرة: ١٨٧
Artinya :
“Dihalalkan bagi kalian berjima’dengan istri-istri kalian di malam hari bulan shaum (Ramadhan). Mereka adalah pakaian bagi kalian dan kalian adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa sebelumnya tidak bisa menahan nafsu, karena itu Allah mengampuni dan memaafkan kalian. Maka sekarang gauilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” [Al-Baqarah : 187]
Al-Hafizh Ibnu Hajar menerangkan maksud dari bab tersebut, yaitu dalam rangka menjelaskan keadaan kaum muslimin (para shahabat) pada saat nuzul (turun)nya ayat di atas. Bahwa dari sebab nuzul ayat ini diketahui tentang permulaan disyari’atkannya sahur. Al-Imam Al-Bukhari menjadikan bab ini sebagai bab permulaan untuk bab-bab berikutnya yang menjelaskan tentang berbagai hukum yang berkaitan dengan makan sahur. ([1](
Kemudian Al-Imam Al-Bukhari menyebutkan hadits Al-Barra‘ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata :
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ rإِذَا كَانَ الرَّجُلُ صَائِمًا فَحَضَرَ اْلإِفْطَارُ فَنَامَ قَبْلَ أَنْ يُفْطِرَ لَمْ يَأْكُلْ لَيْلَتَهُ وَلاَ يَوْمَهُ حَتَّى يُمْسِيَ وَإِنَّ قَيْسَ بْنَ صِرْمَةَ الأَنْصَارِي كَانَ صَائِمًا فَلَمَّا حَضَرَ اْلإِفْطَارُ أَتَى اِمْرَأَتَه فَقَالَ لَهَا : أَعِنْدَكِ طَعَامٌ ؟ قَالَتْ : لاَ لكِنْ أَنْطَلِقُ فَأَطْلُبُ لَكَ – وَكَانَ يَوْمَهُ يَعْمَلُ فَغَلَبَتْهُ عَيْنَاهُ- فَجَاءَتْ اِمْرَأَتَهُ فَلَمَّا رَأَتْهُ قَالَتْ : خَيْبَةً لَكَ! فَلَمَّا اِنْتَصَفَ النَّهَارُ غُشِيَ عَلَيْهِ، فَذُكِرَ لِلنَّبِي rفَنَزَلَتْ هَذِهِ اْلأَيَةُ : ( أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ) فَفَرِحُوا بِهَا فَرْحًا شَدِيْدًا فَنَزَلَتْ ( وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَد )
[رواه البخاري رقم : 1915؛ وأبو داود رقم : 2314].
Arinya :
“Dahulu para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam jika salah seorang di antara mereka bershaum kemudian tertidur sebelum sempat berbuka maka dia tidak boleh makan dan minum pada malam tersebut dan siang hari berikutnya hingga datang waktu berbuka lagi. Ketika suatu hari seorang shahabat (bernama) Qois bin Shirmah Al-Anshari bershaum, tatkala tiba waktu berbuka, dia datang kepada istrinya seraya berkata : “Apakah kamu punya makanan?” Istrinya menjawab : “Tidak, tapi akan kucarikan untukmu.”. Padahal dia (Qais) telah bekerja keras sepanjang siang, sehingga (sambil menunggu istrinya datang) akhirnya ia tertidur lelap. Kemudian sang istri datang. Ketika ia melihat sang suami tertidur ia pun berkata : “Sungguh telah rugi engkau!”
Akhirnya pada pertengahan siang berikutnya Qais pun jatuh pingsan. Kemudian peristiwa ini dikabarkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Lalu turunlah ayat :
( أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ) البقرة: ١٨٧
Artinya :
“Dihalalkan bagi kalian berjima’dengan istri-istri kalian di malam hari bulan shaum (Ramadhan)”
Maka para shahabat pun sangat berbahagia dengan turunnya ayat tersebut. Lalu turun juga ayat berikutnya :
( وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَد ) البقرة: ١٨٧
Artinya;” Dan makan serta minumlah sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar.” ([2])
Dari hadits ini terdapat keterangan tentang kondisi permulaan ketika diwajibkannya shiyam, yaitu apabila ada diantara mereka yang tertidur sebelum ifthar maka tidak boleh baginya makan dan minum sepanjang malam tersebut sampai datang waktu ifthar di hari berikutnya. Demikian pula cara shaum Ahlul Kitab, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah atsar yang diriwayatkan dari As-Suddi v dan selainnya dari kalangan ahli tafsir, dengan lafazh :
كُتِبَ عَلَى النَّصَارَى الصِّيَامُ، وَكُتِبَ عَلَيْهِمْ أَنْ لاَ يَأْكُلُوا وَلاَ يَشْرَبُوا وَلاَ يَنْكِحُوا بَعْدَ النَّوْمِ، وَكُتِبَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ أَوَّلاً مِثْلُ ذَلِكَ حَتَّى أَقْبَلَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ، فَذَكَرَ الْقِصَّةَ .
“Telah diwajibkan kepada kaum Nashara bershaum, dan bahwa tidak boleh bagi mereka untuk makan, minum, dan senggama setelah tertidur. Diwajibkan atas kaum muslimin pada mulanya seperti itu, sampai terjadi peristiwa yang menimpa seorang pria dari Anshar.”
Kemudian beliau menyebutkan kisahnya.
disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar melalui jalur riwayat Ibrahim At-Taimi dengan lafazh :
كَانَ المُسْلِمُونَ فِي أَوَّلِ الإِسْلاَمِ يَفْعَلُونَ كَمَا يَفْعَلُ أَهْلُ الكِتَابِ : إِذَا نَامَ أَحَدُهُمْ لَمْ يَطْعَمْ حَتَّى القَابِلَةِ
Artinya :
“Kaum Muslimin pada permulaan Islam melakukan shaum seperti cara yang dilakukan oleh Ahlul Kitab, yaitu apabila seorang di antara mereka tertidur (sebelum berbuka) maka tidak boleh makan hingga tiba (waktu berbuka) keesokan harinya.”
Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari shahabat ‘Amr bin Al-‘Ash secara marfu‘ :
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ اْلكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ (رواه مسلم )
Artinya :
“Pembeda antara shaumnya kita dengan shaum Ahlul Kitab adalah makan sahur.” [3]); [4])
Para shahabat sangat bergembira dengan turunnya ayat 187 surat Al-Baqarah tersebut. Mereka paham dari kandungan ayat tersebut bahwa apabila jima‘ ( َالرَّفَثُ ) dihalalkan berarti makan dan minum tentunya lebih dihalalkan.
Kemudian turun lanjutan ayat berikutnya : ( وَكُلُوا وَاشْرَبُوا…) yang secara nash (konteks zhahir) dari ayat ini semakin menegaskan dihalalkannya makan dan minum pada malam hari Ramadhan. Ini semua adalah dari rahmat Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-Nya.
[1] Fathul Baari Bab Firman Allah subhanahu wa ta’ala : أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَا مِ الرَّفَثُ اِلَى نِسَائِكُمْ hadits no.1915
[2]. Al-Bukhari hadits no. 1915.
[3]. Muslim hadits no. 46 – [1096]
[4]. Fathul Bari syarh hadits no. 1915.
Wallahu’alam
Selamat menjalankan puasa, salam kenal..
sama-sama..salam kenal ^^
makasih atas kunjungannya..
pertamax lagee…. sssttt
kasian deh g pertamax wkwkw 😀
telat ye kang…huuuhhhh, ukakikakiakaiakaiakai
puasa kan niatnya ibadah, mencari rahmat Allah jadi aturan puasa harus sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
nggak sedikit lho yang menyepelekan urusan makan sahur ini.
semoga puasa kita kelak bukan hanya kesia-siaan menahan haus dan lapar saja yah kang, amin
bener mbak 🙂 padahal makan sahur juga termasuk salah satu bagian ibadah rhamadan ^^
amiin insya alloh..
makasih mbak ..
pasti segala sesuatu ada sebabnya..jdi tambah ilmu
hehe..makasih mbak ^^
Sejenak tafakur dalam kehingan……..
Memaknai arti hidup dalam seraingkaian khilaf dan dosa…..
Lisan kadang tak terjaga,….
Jannikadang terabaikan,……
Hati kadang berprasangka,….
Sikap kadang menyakitkan,…..
Harapan ini akan menjadi indah…..
Jika maaf & silahturrahim ada diantara kita.
Selamat menempuh bulan suci Ramadhan 1431 Hijriah.
Mohon maaf lahir dan batin.
Semoga Allah selalu memberikan
Taufiq, Hidayah, Maghfirah dan Ridho-Nya untuk kita semua.
Amiiiii….n !
amiin ^^
sama-sama saya juga mohon maaf 🙂
salam..
makasih atas kunjungannya
otofthetaufik >euh potoprofil boleh ganti tapi cuma punggung ? #benar-benar
PS : i like your new head banner photograph, moto sendiri ?
inofthetaufik : kangen maem sahur!!!, di bulan2 biasa jarang pake sahur 😀
ehehehe sirik aje mbak 😛
makasih-makasih..ada deeeh ^^
hoho makan sahur lah biar kuat 🙂
owh gitu ya kang.
Saya baru tahu..
Ayo tls trs tntg ramadhan..
gitu deeh 🙂
makasih mas ..insya alloh ^^
subhanallah, jadi tahu..
alhamdulillah..
memang sebuah rahmat bagi kita
yuk sahur teman-teman 😀
^^ ntar lah lyla
blom juga rhamadannya hehe
assalamualaikum kang ian cuma mw tanya dikit aja tentang hadist diatas
“Dahulu para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam jika salah seorang di antara mereka bershaum kemudian tertidur sebelum sempat berbuka maka dia tidak boleh makan dan minum pada malam tersebut dan siang hari berikutnya hingga datang waktu berbuka lagi….”
bisa minta dijelaskan ?? soalnya dhillah kurg paham mksd kata2 nya
syukron jazakumullah khairan katsir.. 🙂
maksudnya..
pada jaman itu sempat ada syari’at bahwa ketika kita shaum trus kita ngelewatin buka puasa tepat pada waktunya misalkan karena ketiduran dan bangun jam 7 malam misal, maka dia g boleh makan sampai waktu puasa pada keesokan harinya. hingga alkisah ada sahabat yang mengalami kejadian seperti itu dan dia g makan pada malam harinya trus siang harinya karena g kuat dia pingsan. tapi syari’atini akhirnya dimasukhkan dengan ayat yang diatas, bahwa setelah terbenam matahari bebas untuk makan atau berhubungan suami istri..
semoga mengerti 🙂
owh gitu mksdnya… hampir saja ambigu 😛 hehehe
Alhamdulillah, semakin jelas perihal makan sahur serta kedudukannya dari segi rukun ibadah puasa … nice info 😀
sama-sama mas 🙂
makasih atas kunjungannya ^^
^^ nuhun kang.. nambah lagi deh ilmu sy hehehhe
Alhamdulilah….biar anak kost2san sy gak pernah gak sahurr 🙂 alwayssssss hahahha *curhat*
sama-sama cem ^^
tetep semangat walo anak kos 🙂
good info kang.
semoga puasa saya full tahun ini. 😀
*besok mau suntik penahan nafsu makan*
hah emangnya bisa full y kalo cewek? wkwkw
makasih intan 🙂
met puasa dek 🙂
met puasa mbak 🙂
ooo begitu yah…..wah blognya buat pengetahuan bagus nih
makasih maskur ^^
dree baru tau.. thx yak
cama-cama dree ^^